Author: ira
•11:32 PM

Ini ceritaku. Hari itu minggu pagi, tanggal dan bulannya aku lupa, tapi apa yang telah terjadi pagi itu aku takkan lupa, apa yang terjadi diantara kami telah meninggalkan kenangan, membuat simpul ikatan hati yang susah untuk dilepaskan. Kami duduk bersisian dibus kota, di bangku paling depan dekat sang supir. Kami hanya diam, menghela nafas panjang, tanpa mampu saling memandang. Hening. Suara mesin bus kota tua menderu, aku ingin jarak Natar-Tanjung Karang lebih panjang, bus terus melaju, melewati Bandara Raden Itan, semakin dekat jarak yang akan kami tempuh, semakin cepat kami akan berpisah.

Kami tidak menangis, kami membisu tapi kali ini sesakali melempar senyum, tapi ada yang bergemuruh di dalam dada kami masing-masing. Bus sampai di terminal Raja Basa, kami melanjutkan dengan menumpang Damri, semakin dekat saja jarak yang akan kami tempuh. Sepanjang jalan aku teringat kali pertama kami bertemu, percakapan kami kala itu, dan yang tak mungkin terlupakan adalah, kami sama-sama jatuh cinta kepada puisi, bahkan menggilai, hanya bedanya dia seorang yang sudah berkarib dengan puisi sejak lama, sedang aku baru mulai mengakrabi puisi.

“Kapan akan pulang lagi ke sini?” akhirnya aku berkata-kata, dia tersenyum dan bilang “Aku tidak tahu, mungkin Lebaran nanti” Waktu yang cukup lama. Stasiun Tanjung Karang kini di depan mata, kami masuk lewat pintu utama, lalu mencari gerbong dan tempat duduknya. Penumpang lain mulai berdesakan menaiki kereta pagi Lampung-Palembang. Semakin lama-semakin sesak. Dadaku seperti diganjal batu sebesar sekepalan tangan. Bunyi sirene memberi tanda bahwa kereta api akan segera berangkat. Kami berpelukan, “Aku akan merinduimu” Ucapku. “Iya, aku juga” balasnya, sebelum akhirnya kami melepas pelukan. Aku menatap punggungnya saat berjalan menuju pintu kereta, lalu melampaikan tangan. Aku berdiri melihat kereta berjalan perlahan, lalu hilang di kejauhan.

Aku pulang dengan perasaan yang tak karuan. Diatas bus, aku mengirimkan pesan untuknya “ menepikan rindu di sudut rasa yang paling jauh” Lalu ku hapus air mata yang meleleh di pipi.


Note: Untuk sahabatku Laela Awalia.

Selengkapnya..
Author: ira
•8:31 PM

Tak sengaja aku membuka blog ini, di kampus, setelah UTS PPDE (nasib kuliah hari minggu) lalu tergerak hatiku dan bilang aku rindu, ya aku sangat merindui blogku ini. Belakangan atau sebenarnya sudah sejak setahu lalu, aku tak pernah posting tulisan di blogku ini, ibarat blog ini adalah lahan pasti sudah tumbuh ilalang, enatah kapan lagi aku bisa entri tulisan lagi

Selengkapnya..
Author: ira
•2:24 AM

Awan menggantung di ujung-ujung
Di tepi langit berjahit
Pelan-pelan, putih seolah berjalan.
Malam belum tinggi benar.
Saat ingatan berjalan ke belakang, disinari temaram separuh bulan
Melewati taman melati-melati putih
Yang dulu kau ceritakan, usai hujan
November tahun lalu.

Angin hembuskan mantra-mantra
Merengkuh dingin di pangkuan ibu pertiwi
Dedaun menari diiringi tetabuh sunyi
Ingatan terus mengeja setiap kisah yang telah jadi bait-bait puisi
Terus berjalan jauh ke ujung waktu
Dan seketika langkah itu terhenti, saat kutemukan prasasti bertulis pertanyaan;
“Mengapa dulu kau ceritakan aroma melati pada mawar berduri”

Selengkapnya..
Author: ira
•12:49 AM




Jika aku tua nanti, masihkah aku tetap cantik seperti nenekku, bisakah setabah dan setegar beliau menjalani hidup yang tak mudah, atau masihkan aku ‘seperkasa’ beliau diusia senja. Ya perkasa, aku sebut begitu karena di usianya yang tak muda, ia masih sanggup membuat gerabah dari anyaman bambu seperti tampah, Kepang (alas untuk menjemur padi), Kalao (Alat untuk menyaring ampas kelapa).

Nenek mempunyai 6 orang anak, 29 Cucu, 20 cicit, dan seorang Canggah. Terkadang beliau homur tentang banyaknya anaknya begini, dalam bahasa jawa, anak ora enak di kletak, putu ora keno diulu, buyut ora enak diemut, ku kira jika Anda orang Jawa akan tahu artinya, akhirnya tawa pun pecah mewarnai pertemuan kami lebaran kemarin, tapi menurut beliau tua dengan dikelilingi banyak cucu adalah penghiburan di masa senja.

Aku sangat mengagumi nenekku, beliaulah nenek satu-satunya yang aku punya, karena nenek dari Bapakku meninggal jauh sebelum aku dilahirkan begitu pula dengan kedua kakekku, dulu aku pernah membayangkan betapa bahagianya jika memiliki empat orang kakek-nenek, pasti kalau lebaran THRnya banyak.. he..he.. ini sih pikirian masih kecil.

Jika aku tua nanti, meski usia sudah ada yang mengatur, dalam do’a aku memohon ingin dipanjangkan usia, agar bisa melihat anak cucu seperti nenekku dan pesan yang selalu disampaikan adalah, urip iku kudu nrimo ing pandum

Selengkapnya..
Author: ira
•11:02 PM

Aku tinggalkan engkau, Sesaat saja, ini bukan kalimat perpisahanku dengan seseorang
tapi perpisahanku dengan meja kerja di kantor. Libur lebaran 1431 H kali ini aku libur mulai besok 09 sd 14 September, lumayan 5 hari, sebenarnya hari ini hanya ragaku saja yang di sini (lebay ya...?) ya tapi benar saya sudah sangat merindukan rumah.



Belum di bereskan













Rapi, dan siap ditinggal liburan

Selengkapnya..
Author: ira
•10:03 PM

“Ingatkah kau teman,satu gelas es Marimas, sayur kates, peyek teri, dan sambel ijo menjadi menu buka puasa hampir tiap hari?


SMS ini ku terima pada hari-hari awal puasa Ramadhan tahun ini, dikirim oleh Anisa, teman satu kamar saat kost waktu kuliah dulu. Aku tersenyum membacanya dan seketika ingatan akan keakraban kami terasa begitu dekat.

Ku balas sms tersebut hanya dengan emotikon senyum :)


Tak selang lama balasan ku terima;


“SMS apa? Kosong?”

Maka ku balas dengan bercanda, begini;


“Iya tah? Coba cek yang bener, itu isinya segelas marimas, sayur kates, peyek teri, dan sambel cabe ijo. Coba cek dulu..”


Sepertinya Nisa juga sedang ingin bercanda, maka dia pun membalas dengan bercanda;

“Mana, ga ada”


Maka cepat ku balas;


“Gimana si? Mana mungkin bisa makanan dikirim lewat sms?” he..he..


Saat itu aku sadar bahwa sebenarnya kami sedang bernostalgia, sedang mengingat kebersamaan yang begitu dekat, dua tahun, bukan waktu yang sebentar walau tak terlalu lama tapi apa yang telah kami alami, walau tak seperti lagu dangdut, makan sepering berdua tidur di tikar bersama, bagaimana dulu berbagi tempat tidur, berbagi sepotong roti, bergantian kamar mandi—walau terkadang berteriak dari luar,cepetan, udah ga tahan—he..he.. dan saat kami lama tak pernah bertemu seperti sekarang, jika kalimat ini kurasakan ku kira tak berlebihan, aku rindu dan SMS ini pelipurnya.

Selengkapnya..
Author: ira
•7:00 PM

Tanggal 8 Juli 1991, tanggal saat aku di daftarkan Bapakku di SD N I Sukajaya Punduh, Pesawaran. Sejak hari senin itu aku resmi menjadi pelajar. Ini hal besar dalam hidupku, aku masih dapat merasa semangatku saat itu, bahkan semalaman aku tak dapat tidur nyenyak karena terus membayangkan mengenakan seragam merah-putih, bersepatu, memakai topi, (Aku merasa akan sangat cantik…) Dan akhirnya pagi itu datang dengan begitu pelan menurutku. Sekolahku jauh dari rumah—kata orang-orang kampungku kira-kira tiga setengah kilo meter—tapi sampai sekarang aku belum pernah mengukur jauhnya.

Sekolah ternyata menyenangkan, begitu kira-kira yang aku rasakan saat usiaku masih tujuh tahun. Banyak perlengkapan yang di belikan ibu untuk sekolahku, seragam, sepatu, topi, buku tulis, pensil, pengahapus. Jika ibu membelikan semua itu untukku, maka Bapakku membuatkan aku hanger kayu untuk seragam sekolahku, alasannya di pasar kampung kami ibu tak menemukan penjual hanger—sekarang tentu sudah banyak, karena telah banyak yang berubah dari kampungku-- Bapak membuatnya dua, tapi ketika aku pulang terakhir kemarin aku hanya menjumpai satu, entah ke mana satu lagi, meski satu hanger tak ada, atau suatu hari nanti hanger kayu buatan Bapakku lapuk dimakan waktu, tidak ada yang dapat menghapus kenangan di hatiku, kenangan tentang Bapak-Ibuku yang begitu mencintiku, begitu memperhatikan perlengkapan sekolah anaknya dan berusaha memberi yang terbaik dari apa yang Bapak-Ibuku miliki.



Selain hanger Bapakku juga membuatkan aku sebuah rak buku dua tingkat, rak buku sederhana itu masih ada hingga sekarang, dan di gunakan pula oleh kedua adikku, terakhir aku pulang, masih mendapati buku-buku SMP dan beberapa buku SD ku.

Terimakasih Bapak…
Terimakasih Ibu…
Entah bagaimana aku membalas cinta yang engkau beri, Sedang ridhomu adalah ridho Allah jua

Selengkapnya..