Author: ira
•2:08 AM

Hari ini 31 Oktober, aku melihat air dimana-mana
Pada meja kerjaku
Pada kertas berangka-angka
Pada jalan dan mobil-mobil
Pada wajah kawan-kawan yang dulu tertawa padaku
Pada kalender 2-3-4 November
Pada secuil kertas yang belum terbubuhi setuju

apakah kawan tahu, kenapa aku melihat air dimana-mana?

Karena hari ini, mataku berkaca-kaca
bukan menangis, karena tak tumpah.

Selengkapnya..
Author: ira
•10:02 PM

Judul : Paris Lumiere de l’Amour: Catatan Cinta dari Negeri Eifel

Pengarang : Rosita Sihombing
Penerbit : P.T. Lingkar Pena Kreativa
Jumlah Halaman : 172
Harga : Rp 32.000,00
Peresensi: Ira Sudiharjo



Mana lagi?. Hanya ini? Kok, cuma ini saja? Begitu saya bergumam setelah melahap 172 halaman buku ini, rasanya kurang. masih “lapar”. Masih banyak hal yang saya ingin tahu, masih banyak pertanyaan bermunculan di benak saya.

Itulah kesan yag saya rasakan. Kesan tersebut mungkin timbul karena saya telah jatuh hati kepada negara Zinedine Zidane itu. Paris kota mode dunia, kota yang terkenal keromantisannya, lalu siapa yang tidak mengetahui kemegahan Eifel atau keindahan Champs Elysees? Tentu semua tahu, tapi jika Paris dan seluk beluk kehidupan di kota yang Muslim adalah minoritas ini diceritakan oleh seorang muslimah yang bukan berasal dari Prancis, seorang Warga Negara Indonesia yang menikah dengan lelaki mualaf dan tinggal di sana beserta anak lelaki pertamanya yang lucu, tentu akan menimbulkan keingintahuan yang berbeda, tidak sekedar ingin tahu seperti waktu belajar sejarah Revolusi Prancis, tentang kemerdekaannya pada 14 Juli 1789 dan peristiwa yang menyertainya seperti runtuhnya penjara Bastille, karena informasi semacam ini kita dapat peroleh dengan membaca buku atau browsing di internet.

Prancis? “Negeri Napoleon tetap setinggi bintang di langit. Mimpi saja tak berani” begitu kenang Rosita Sihombing dalam bab Pengantar cinta dari kota cahaya, kalimat itu tentu dulu, sewaktu penulis buku ini masih tercatat sebagai mahasiswa Sastra Inggris Universitas Lampung, Indonesia, tapi takdir dan cinta telah mempertemukannya dengan Patrick Monlouis, pemuda asal Prancis yang kemudian dinikahinya. Pernikahan telah membawa penulis untuk merasakan, menghirup udara dan tinggal di Negara yang dulu disebutnya setinggi bintang di langit itu, dan cerita cinta pun dimulai.

Ups, jadi cerita penulisnya, tapi saya kira ini penting mengingat buku ini di tulis dengan sudut pandang “aku” , aku di sini yaitu penulis sendiri sehingga buku ini menjadi seperti diary, memang jadi terkesan subjektif, tapi justru itu menjadi daya tarik tersendiri, di mana pembaca ingin tahu lebih detil tentang Paris dari sudut padang seorang pendatang. Buku ini terdiri Lima bab yang membahas kebudayaan, fasilitas umum, makanan dan minuman, Iklim, peribadatan, hubungan sosial, persahabatan, serta tak ketinggalan cinta dan kasih sayang dari sudut pandang seorang “perantau” yang tinggal di negeri orang.


Sebagai orang yang awam tentang Paris, saya tak jarang berkomentar, “jadi begitu” di lain halaman saya berseru “Ternyata” atau kemudian “Subhanallah, bagusnya” ketika penulis bercerita, KBRI adalah lembaga yang memiliki peran penting bagi WNI yang ada di sana, saat Penulis mengisahkan demontrasi pegawai kereta dan Paris seketika menjadi kota yang macet oleh mobil-mobil pribadi, saat penulis bercerita bahwa di negara semaju Prancis ada penyewaan sepeda yang disebut velib, saat penulis menggambarkan gemerlapnya menara Eifel oleh cahaya kembang api saat perayaan 14 Juli, saat penulis bercerita bahwa di sana Islam bukan mayoritas serta perjuanagan penulis dan suami untuk istiqomah di dalam menegakkan ajaran Islam, saat penulis berkisah tempat belanja bahan makan khas tanah air yang halal, saat penulis menjelaskan begitu banyak kode makanan yang megandung babi, saat penulis menjelaskan walau Paris negeri empat musim namun di sana salju jarang turun, saat penulis mengatakan sholat Isya pada musim dingin pada pukul 03.00 dini hari, saat penulis menceritakan pengalaman persalianan anak pertamanya, saat penulis bertutur kegigihan suami tercinta mendalami Islam, dan ternyata mengganti kunci pintu di Paris harganya hampir sama tiket Indonesia-Paris Pulang Pergi! Wow!

Sekali duduk buku bersampul coklat dengan gambar menara Eifel yang besar itu selesai saya baca, ada beberapa catatan saya, karena sejak awal saya merasa kurang, harusnya lebih banyak lagi cerita tentang Paris yang dapat dibagi, tetapi justru cerita tentang Patrick, suami penulis memakan porsi yang lumayan banyak, kemudian ada penulisan bahasa keseharian yang tidak baku, mungkin lupa untuk dicetak miring, dan yang pertama membuat kening saya berkerut adalah kata Voila Paris, kemudian di bagian lain Bon Appetid, alangkah baiknya jika judul bagian itu ditulis pula artinya, mengingat tidak semua pembaca tahu artinya, namun yang saya rasa lebih mengganggu justru foto perempuan berkerudung di sampul buku itu, menjadikan buku ini seperti untuk kalangan tertentu, untuk muslimah atau umat Islam saja, padahal informasi bermanfaat tentu untuk semua kalangan.

Terlepas dari catatan saya yang hanya seklumit itu, tentu saya akan berujar buku Paris Lumiere de l’Amour, Bagus! Penuh informasi yang bermanfaat.

Selamat membaca.....

Selengkapnya..
Author: ira
•12:52 AM


Selengkapnya..