Author: ira
•10:52 PM

Bagiku rumah adalah tempat yang paling nyaman, sehingga aku selalu merindukannya, Sebuah Desa kecil di lembah antara Bukit Takur dan Tanggang, Sidodadi, Punduh Pidada, Pesawaran. aku hampir hafal setiap sudut desaku, maklum dulunya ‘bolang’, ada tiga sungai berbatu yang mengalir melewati desaku—dulu, aku mandi, memancing, main arum jeram dengan pohon pisang di sini-- , tempat yang dulu aku biasa menggembala kambing, tempat aku mencari bekicot utuk di jual, tempat aku main betengan dan gobak sodor, tempat aku mencari buah seri, masjid tempatku mengaji. Semua aku masih mengingatnya.

Sekarang, saat aku pulang kemarin walau sebenarnya perubahannya perlahan semua sudah banyak berubah, sungaiku tak lagi deras dan sejernih dulu, tempatku menggembala kambing telah jadi rumah, dulu aku masih sanggup meghitung jumlah penduduk desaku, sekarang penduduknya bertambah pesat, bagaimana tidak teman yang dulu adalah kawan main kecilku, sudah banyak yang mempunyai dua anak, kalau kata ayahku “Tak menyangka Sidodadi jadi desa yang ramai, yang dulunya hanya di huni sembilan keluarga” Sembilan keluarga itu termasuk Ayah dan Ibuku, tentu saat pertama desaku diberi nama Sidodadi yang artinya Jadi terlaksana oleh sembilan kepala keluarga ini, aku belum lahir. Satu perubahan lagi, di desaku sekarang telah di bangun sebuah SD, insyaallah tahun ajaran ini mulai di buka pendaftarannya, sebuah kegembiraan tentu saja, jika dulu, aku SD harus berjalan kaki kira-kira tiga setengah kilo meter (ukuran orang kampung, aku sendiri belum pernah menghitung tepatnya berapa)sekarang SD sudah dekat.

Meski di desaku telah di bangun SD tapi SD yang ada di hatiku adalah SDN I Sukajaya Punduh, di sinilah segalanya bermula, bagaimana dulu aku menyebut kata hidup jadi hudip, di sinilah aku mempunyai banyak teman yang mayoritas bersuku Lampung, belajar menggunakan Bahasa Indonesia, sebelumnya tak pernah, percakapan kami sehari-hari bahasa daerah, untukku tentu bahasa Jawa, apakah kamu bisa bayangkan dua orang siswa kelas satu SD, satu Suku Jawa yang lainnya Lampung, berkomunikaasi dengan Bahasa Indonesia namun logatnya suku masing-masing, dengan malu-malu berkenalan? Aku masih menyimpannya rapi dalam ingatan, dan aku tersenyum setiap kali mengingat peristiwa sembilan belas tahun silam, lalu tahun-tahun berikutnya berlalu begitu cepatnya di sebuah gedung yang tak tersentuh renovasi sejak berdirinya, atap bocor, jendela tak berkaca lagi, tembok jebol, seingatku SDku juga pernah kebanjiran saat aku duduk di kelas empat. Namun kini sudah ada perbaikan, bahkan sudah ada TK sistem satu atap, sebuah kemajuan, semoga akan melahirkan generasi yang pandai.

Masih banyak sebenarnya yang tak sama antara waktu aku kecil dengan sekarang di desaku, terlalu banyak bahkan, tapi yang hampir sama adalah waktu tempuh antara Natar ke Sidodadi kira-kira dua jam, kemudian yang tak berubah adalah rute perjalanan, karena hanya melewati satu jalan, jalan yang kini berlubang-lubang, membuat perjalanan terasa melelahkan, namun demikian aku tidak akan pernah lelah untuk pulang, menemui orang-orang tercinta, ayah, ibu, segala kenangan dan untuk mencipta kenangan-kenangan berikutnya.

This entry was posted on 10:52 PM and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 comments: